Orangutan (Pongo spp) merupakan salah satu kera besar yang masih bertahan di wilayah Asia Tenggara. Kera besar lainnya hidup di Afrika yaitu gorilla (Gorilla gorrila), simpanse (Pan troglodytes) dan bonobo (Pan paniscus). Orangutan sangat tergantung dengan kondisi hutan yang masih bagus dan sebagai primata frugivorus orangutan membutuhkan buah- buahan sebagai sumber makanan utamanya. Nama orangutan berasal dari frasa Melayu dan Indonesia orang hutan yang berarti manusia hutan. Diperkirakan 5.000 orangutan terbunuh setiap tahun karena penghancuran hutan hujan untuk memberi jalan bagi perkebunan minyak sawit yang terus meningkat (minyak sawit adalah jenis minyak nabati yang ditemukan di sejumlah besar produk konsumen baik makanan maupun kosmetik). Banyak bayi orangutan dibiarkan yatim piatu ketika induknya orangutan terbunuh selama perusakan lingkungan hutan mereka. Bayi orangutan tidak dapat merawat dirinya sendiri secara efektif terutama ketika orangutan belum diajarkan keterampilan vital yang dibutuhkan untuk bertahan hidup.
Orangutan
adalah omnivora meskipun mereka memiliki pola makan vegetarian yang hampir
eksklusif. Orangutan memakan buah dan beri dan berbagai macam tanaman yang
tumbuh di daerah tropis tetapi terutama yang tumbuh di puncak pohon hutan yang
tinggi menjadikan orangutan ahli memanjat pohon.
Para ahli menyebutkan bahwa primata ini memiliki sebaran yang
terbatas pada saat ini, yaitu hanya di Sumatera dan Kalimantan. Pembukaan lahan
yang besar di kedua pulau ini telah menyebabkan fragmentasi hutan yang terus
berjalan secara luas dan menjadi ancaman serius untuk konservasi orangutan.
Berkurangnya habitat orangutan mengakibatkan juga menurunnya jumlah populasi
orangutan. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah populasi orangutan adalah
perburuan, alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan
kerusakan habitat akibat adanya pembalakan baik berijin ataupun tidak berijin.
Pemisahan yang berlangsung lama antara orangutan Kalimantan dan Sumatera telah menyebabkan adanya perbedaan baik secara morfologi maupun genetika diantara kedua kelompok primata ini. Beberapa pakar primata yang menganut konsep spesies phylogenetik (Phylogenetic Species Concept) mengelompokkan kedua kelompok ini sebagai jenis yang terpisah, akan tetapi beberapa pakar lainnya yang menganut konsep spesies biologi (Biological Species Concept) tetap mengelompokkan sebagai jenis yang sama karena kedua orangutan asal Kalimantan dan Sumatera dapat melakukan perkawinan dan menghasilkan turunan yang subur (fertile). Walau demikian dengan adanya pengelompokkan ini identifikasi orangutan berdasarkan perbedaan morfologi dan genetika akan menjadi sesuatu hal yang penting untuk pengelolaan, reproduksi, dan program reintroduksi serta relokasi dalam usaha konservasi orangutan.
Penyebaran dan populasi
Pada jaman Pleistocene orangutan menyebar di seluruh Asia
Tenggara mulai dari China bagian selatan di bagian utara sampai dengan pulau
Jawa di bagian selatan. Pada saat terjadi masa glacial penyebaran menjadi
terpecah-pecah dengan adanya pemisahan daratan oleh lautan menjadi pulau-pulau
besar dan kecil yang tidak bersambungan, dan pada akhirnya saat ini menyisakan
populasi yang hanya dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia yang pesat telah
menyebabkan keberadaan orangutan semakin lama semakin tertekan, dan
penyebarannya pada saat ini terbatas hanya di kedu a pulau besar tersebut.
Penyebaran di kedua pulau inipun tidak merata di seluruh pulau tersebut, di
Sumatera hanya dapat dijumpai di bagian utara dan di Kalimantan selain dijumpai
di Sarawak dan wilayah Kalimantan lainnya, tidak dijumpai keberadaannya di
Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam.
Populasi orangutan pada saat ini mengalami penurunan yang
signifikan. Perkiraan jumlah individu orangutan Sumatera sekitar 12.770
individu pada tahun 1997 dan pada tahun 2004 jumlah ini menurun menjadi sekitar
7.500 individu. Perkiraan terakhir pada tahun 2008 jumlah populasi sekitar
6.600 individu. Jumlah populasi orangutan Kalimantan (P. pygmaeus)
diperkirakan sekitar 54.000 pada tahun 2008 dan untuk anak jenis P. pygmaeus
pygmaeus diperkirakan tinggal 3.000-4.500 individu. Penurunan jumlah
populasi yang besar ini menyebabkan orangutan dimasukkan kedalam satwa yang
dilindungi, bahkan sejak tahun 2000 IUCN Red List of Threatened Species telah
memasukkan orangutan Kalimantan ke dalam kelompok satwa Endangered dan
orangutan Sumatera ke dalam kategori Criticaly Endangered.
Pengurangan jumlah populasi ini disebabkan banyaknya konversi habitat dalam skala besar dari hutan menjadi perkebunan monokultur, illegal logging, pemukiman, pembukaan lahan untuk ladang, perburuan untuk dikonsumsi ataupun untuk diperjual belikan sebagai hewan peliharaan. Faktor-faktor tersebut men-jadi faktor eksternal yang berpengaruh langsung terhadap keberlangsungan hidup orangutan. Selain faktor eksternal diketahui juga adanya faktor internal yang juga sangat berpengaruh yaitu ukuran tubuhnya yang relatif besar dan geraknya yang cukup lambat dibandingkan dengan kera lainnya sehingga mudah untuk diburu, panjangnya interval kelahiran antara satu anak dengan anak yang lain sekitar 6-8 tahun.
Taksonomi
Secara taksonomi orangutan termasuk kedalam kelas mammalia,
ordo primata dan family hominidae (IUCN 2013). Pada awalnya orangutan
dikelompok- kan ke dalam satu jenis yang sama yaitu Pongo pygmaeus, kemudian
para ahli membaginya menjadi dua anak jenis (sub species) yaitu Pongo
pygmaeus pygmaeus yang sebaran wilayahnya berada di pulau Kalimantan dan P.
p. abelii yang memiliki sebaran di pulau Sumatera. Perkiraan para ahli bahwa
kedua anak jenis orangutan ini telah terisolasi satu sama lain selama
10.000-15.000 tahun yang lalu dan memiliki perbedaan morphologi yang sangat
sedikit sekali. Sedangkan Warren menyebutkan bahwa pemisahan antara orangutan
Kalimantan dan orangutan Sumatera adalah sekitar 1,1 juta tahun yang lalu dan
pemisahan antara empat populasi yang berbeda di Kalimantan karena barrier
sungai besar terjadi sekitar 860.000 tahun yang lalu yang kemudian
menjadikannya anak jenis yang berbeda. Waktu spesiasi orangutan telah terjadi
selama 400.000 tahun yang lalu antara orangutan Kalimantan dengan Sumatera.
Dalam perkembangannya klasifikasi orangutan berbeda-beda,
menurut Brandon-Jones et al., (2004) pada klasifikasi primata Asia menyebutkan
bahwa selain orangutan Sumatera hanya ada dua anak jenis orangutan di
Kalimantan yaitu P. p. pygmaeus dan P. p. wurmbii. Akan tetapi
pada publikasi yang dikeluarkan oleh PHVA menyebutkan bahwa bukan hanya ada dua
anak jenis untuk orangutan Kalimantan tapi ada satu anak jenis tambahan yaitu P.
p. morio.
Jika dilihat secara komprehensif maka pada dasarnya terdapat perbedaan dalam konsep klasi-fikasi orangutan, yaitu kelompok yang menganut Biological Species Concept (BSC) hanya mengenal orangutan satu jenis yaitu Pongo pygmaeus, dengan alasan orangutan yang berasal dari Sumatera dapat bereproduksi dengan orangutan Kalimantan dan menghasilkan keturunan yang fertil, sesuai dengan konsep spesies dalam ilmu biologi. Sedangkan berdasarkan Phylogenetic Species Concept (PSC) telah dikenal ada dua jenis orangutan yaitu P. pygmaeus dan P. abelii karena berdasarkan phylogenetik kedua kelompok orangutan ini terpisah dengan jelas. Hal ini didukung dengan perkembangan di bidang teknologi biologi molekuler yang kini telah membagi orangutan menjadi dua jenis yang berbeda yaitu P. pygmaeus yang memiliki sebaran di pulau Kalimantan dan P. abelii yang memiliki sebaran di pulau Sumatera. Bahkan dari hasil penelitian yang lebih mendalam lagi kini orangutan yang berada di pulau Kalimantan telah dibedakan menjadi tiga anak jenis yang berbeda.
Perbedaan jenis
Berdasarkan adanya perbedaan morfologi dan tingkah lakunya
orangutan Kalimantan dan Sumatera dibagi kedalam dua anak jenis yang berbeda. Lebih
jauh lagi berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan perkembangan
teknologi biologi molekuler, saat ini telah diketahui bahwa di pulau Kalimantan
terdapat tiga anak jenis orangutan berbeda dengan penyebaran sebagai berikut,
pertama P. p. Pygmaeus (Sarawak, Kalimantan bagian utara barat), kedua
P. p. Wurmbii (Kalimantan bagian selatan barat dan Kalimantan tengah) dan
ketiga P. p. Morio (Kalimantan timur, Sabah).
P. p. pygmaeus
merupakan anak jenis yang paling terancam kepunahan, dengan jumlah individu
berkisar antara 3.000-4.500 individu, yang tersebar di bagian utara Sungai
Kapuas meliputi bagian utara barat Kalimantan dan sebagian daerah Sarawak.
Kawasan Konservasi yang berada didalam wilayah ini adalah Taman Nasional Betung
Kerihun (TNBK), TN Danau Sentarum (TNDS), Cagar Alam Gunung Nyiut, Batang Ai
National Park dan Lanjak Entimau Wildlife Sanctuary (LEWS). TNBK, TNDS dan LEWS
merupakan kawasan yang penting sebagai habitat orangutan karena memiliki populasi
lebih dari 1.000 individu.
P. p. wurmbii
merupakan anak jenis yang paling banyak jumlah individunya, dengan jumlah
perkiraan populasi lebih dari 34.975 individu. Sebagian besar individu ini
dijumpai di Kalimantan tengah dan Kalimantan bagian selatan barat. Beberapa kawasan
konservasi didalamnya yaitu TN Sebangau, TN Bukit Baka Bukit Raya, TN Tanjung
Putting dan TN Gunung Palung.
P. p. morio diketahui memiliki penyebaran di Kali- mantan timur dan Sabah Malaysia. Jumlah populasi di Kalimantan Timur diperkirakan sekitar 4.800 individu yang menempati daerah terpisah-pisah, sedangkan jumlah populasi yang berada di Sabah-Malaysia diduga berjumlah sekitar 11.000 individu. Sebagian besar orangutan yang bertahan sampai sekarang dan dalam kondisi aman adalah yang berada di dalam kawasan konservasi, terutama di dalam kawasan taman nasional, cagar alam dan suaka alam sedangkan di luar kawasan itu termasuk dalam kawasan hutan lindung ancamannya masih sangat besar.
Perbedaan morfologi dan tingkah laku
Perbedaan morfologi orangutan dapat dikenali dari
perawakannya, khususnya struktur rambut. Jika diamati dengan mikroskop maka
jenis dari Kalimantan umumnya memiliki rambut pipih dengan kolom pigmen hitam
yang tebal di tengah, jenis dari Sumatera berambut lebih tipis, membulat,
mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya,
biasanya di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya. Selain
itu orangutan jantan Kalimantan memiliki rambut yang pendek dan kurang padat,
orangutan Sumatera memiliki rambut panjang, lebih tebal dan lebih berbulu
(wolly).
Ciri lainnya, orangutan Kalimantan lebih tegap dan mempunyai
kulit, wajah dan warna rambut lebih gelap daripada yang ada di Sumatera, cirri
khusus lainnya orangutan jantan Kalimantan memiliki kantung tenggorokan yang
besar dan terjumbai, sdangkan orang utan jantan Sumatera memiliki kantung
tenggorokan yang lebih kecil. Orangutan jantan Kalimantan memiliki pinggiran
(flange) muka yang cenderung melengkung ke depan sebaliknya orangutan jantan
Sumatera memi- liki pinggiran muka yang mendatar, namun perlu diper- hatikan
bahwa ciri-ciri umum yang membedakan kedua anak jenis ini tidak mudah dilihat
di lapangan, terkecuali individu yang berada di kebun binatang atau penangkaran
yang memiliki kedua jenis ini dan diamati secara bersamaan, sehingga dapat dilihat
perbedaannya secara langsung.
Orangutan baik yang berasal dari Sumatera maupun Kalimantan berdasarkan pola hidupnya dibedakan men- jadi orangutan penetap, penjelajah dan pengembara. Orangutan penetap merupakan individu yang telah memiliki daerah jelajah tetap biasanya dimiliki oleh individu dewasa yang berukuran tubuh besar dan menempati wilayah yang telah dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, penjelajah adalah orangutan yang melakukan perpindahan ke lokasi lain dan dalam kurun waktu tertentu dan akan kembali ke lokasi semula, pengembara merupakan orangutan yang melakukan pergerakan perpindahan tempat ke lokasi lain dan tidak kembali ke lokasi awal, untuk penetap dan pengembara ini biasanya dilakukan oleh individu jantan yang masih muda.
Interval kelahiran
Masa kehamilan umunya antara 8,5-9 bulan dan anak akan dipelihara oleh induk betina selama 6-7 tahun. Setelah masa sapih lewat orangutan baru dapat bereproduksi kembali. Lamanya waktu bereproduksi ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingkat kelangkaannya menjadi tinggi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wich et al., (2004) di Ketambe menemukan bahwa interval kelahiran antara anak orangutan yang satu dengan yang berikutnya rata-rata sekitar 9,3 tahun. Untuk didaerah Suaq Balimbing diketahui bahwa rata- rata interval kelahiran bayi orangutan adalah 8,2 tahun. Berbeda dengan yang di Sumatera maka orangutan di Kalimantan memiliki rata-rata interval kelahiran 7,7 tahun di Taman Nasional Tanjung Putting 7,0 tahun di Taman Nasional Gunung Palung, 6,1 tahun di Taman Nasional Kutai (Suzuki dalam Wich et al, 2010) dan 6,5 tahun di kawasan Kinabatangan (Ancrenaz dalam Wich, 2010). Dari data-data ini nampak bahwa orangutan Kalimantan memiliki rata-rata interval kelahiran yang lebih pendek dibandingkan dengan orangutan Kalimantan. Walau demikian jarak interval yang dimiliki kedua jenis orang- utan ini masih termasuk jartak interval kelahiran yang lama dibandingkan dengan jenis primata lainnya, dan hal ini menjadi salah satu faktor yang mengancam populasi orangutan di alam. Masa hidup orangutan rata-rata 30-45 tahun di alam bebas dan sekitar 56 tahun di penangkaran (IUCN. 2013).
Tingkah laku
Orangutan merupakan salah satu hewan herbivora, karena
sebagian besar makanannya berupa tumbuhan terutama buah-buahan, walau kadang
dijumpai makan rayap, telur atau burung sebagai makanan tambahannya. Jenis ini
merupakan jenis yang diurnal dan arboreal serta merupakan hewan yang termasuk
semi soliter berbeda dengan group kera besar lainnya di Afrika yang membentuk
koloni atau group. Jantan menempati teritori tertentu dan betina dapat
menempati teritori tersebut. Pada saat musim kawin jantan dan betina akan
tinggal bersama selama beberapa hari, setelah itu pejantan akan meninggalkan
betina.
Pola perilaku orangutan Kalimantan dan Sumatera hampir
seluruhnya identik walaupun ada perbedaan kemampuan sosialnya. Kedua jenis ini
merupakan jenis yang arboreal yang lebih banyak menghabiskan waktunya di atas
pohon, dan bergerak berpindah tempat dari tajuk ke tajuk lainnya. Beberapa
peneliti menyebutkan bahwa orangutan Sumatera lebih arboreal dibandingkan
dengan orangutan Kalimantan. Hal ini terjadi karena di Sumatera ada predator
alami orangutan di daratan yaitu harimau (Panthera tigris Sumaterae),
sedangkan di Kalimantan tidak ada predator seperti harimau. Predator alami
lainnya yang dijumpai di kedua pulau adalah ular phyton (Phyton sp).
Jika dilihat pada tabel perilaku makan, maka dapat diketahui
bahwa orangutan Sumatera memiliki rata- rata persentase makan jenis buah yang
lebih banyak dibandingkan dengan orangutan Kalimantan, hal ini dapat terjadi
karena kondisi lahan hutan di Sumatera umumnya lebih banyak menyediakan sumber
makanan berupa buah dibandingkan dengan Kalimantan. Sumatera memiliki jenis
tanah yang berbeda dengan Kalimantan sehingga memiliki tingkat kesuburan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Kalimantan. Hal ini menjadikan Sumatera lebih
banyak memiliki sumber pakan bagi orangutan.
Untuk jenis sumber pakan lainnya seperti bunga, daun dan kulit kayu maka Kalimantan memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sumatera, karena untuk mencukupi kebutuhan energi- nya orangutan Kalimantan memanfaatkan jenis-jenis sumber pakan yang lainnya yang ada disekitarnya pada saat diluar musim buah. Selain bagian tersebut diketahui juga bahwa orangutan Kalimantan banyak juga dijumpai mengkonsumsi umbut dari pohon rotan (Calamus spp) atau dari jenis pohon palem lainnya seperti Licuala spp. dan Nibung (Oncosperma sp).
Perbedaan molekuler
Kromosom orangutan berjumlah 48 (2n) sama dengan jumlah
kromosom gorilla, simpanse dan bonobo, Tapi berbeda dengan manusia yang
berjumlah 46, sedangkan dibandingkan dengan kelompok kera kecil (lesser
ape/Hylobates spp) seperti owa (Hylobates spp) memiliki jumlah
kromosom 44, dan untuk di Indonesia kelompok kera tak berekor yang memiliki
kromosom paling banyak adalah siamang yaitu 50.
Secara sitogenetis kedua jenis orangutan ini berbeda dengan
adanya perbedaan inverse pericentric pada kromosom kedua, akan tetapi mereka
dapat melakukan perkawinan di penangkaran dan menghasilkan keturunan yang
subur. Perbedaan ini terjadi karena isolasi reproduksi tidak berjalan secara
lengkap dan sempurna. Keanekaragaman nukleotida pada orangutan adalah paling
besar dibandingkan dengan jenis kera besar lainnya, sehingga dapat menyebabkan
perbedaan antara suatu populasi.
Saat ini orangutan Kalimantan bahkan telah dibedakan menjadi
tiga anak jenis yaitu P. p. pygmaeus, P. p. wurmbii dan P. p. morio.
Berdasarkan hasil perbandingan antara beberapa sampel orangutan yang diperoleh
dari empat lokasi di Kalimantan, maka dengan melihat pohon phylogeni terlihat
dengan jelas bahwa terjadi pengelompokkan (cluster) berdasarkan asal muasal
sampel tersebut didapat. Secara geografis dapat dilihat bahwa penyebaran ketiga
jenis ini dipisahkan oleh tiga buah sungai besar di Kalimantan yaitu Kapuas,
Mahakam dan Barito.
Konservasi
Orangutan Kalimantan dan Sumatera telah dipisahkan menjadi
dua jenis yang berbeda karena adanya perbedaan morphology, tingkah laku dan
genetik, bahkan untuk orangutan Kalimantan telah dibedakan menjadi tiga anak
jenis. Perbedaan ini mengharuskan lembaga konservasi pengelola orangutan
berhati-hati terutama dalam melakukan tindakan relokasi, reintro- duksi ataupun
rehabilitasi untuk orangutan hasil sitaan yang belum diketahui asal muasalnya.
Tindakan ini dilakukan agar tidak terjadi percampuran antara anak jenis berbeda
ataupun antara jenis yang berbeda. Jika terjadi percampuran maka akan sulit
untuk menentukan asal muasal anak orangutan hasil pencampuran dan akan sulit
akan direlokasi ke daerah asalnya.
Penurunan populasi orangutan terus terjadi baik di Kalimantan
dan Sumatera, terutama karena pembukaan lahan hutan untuk perkebunan skala besar
atau peruntuk- kan lainnya. Fragmentasi habitat orangutan yang terjadi telah
memisahkan satu populasi dengan populasi lainnya atau antara satu individu
dengan individu lainnya. Fragmentasi ini telah menciptakan “pulau-pulau” yang
memisahkan orangutan. Pemisah ini menjadi peng- halang hubungan antar populasi
orangutan. Walau orangutan mampu berjalan di atas permukaan tanah akan tetapi
mereka lebih menyukai sebagai hewan arboreal yang tetap berada di atas pohon.
Apabila kondisi ini berlangsung dalam waktu lama, dikhawatirkan di masa
mendatang akan menimbulkan inbreeding atau kawin antar kerabat dekat, yang
dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas gen yang dimiliki orangutan,
dan akibat lebih jauh adalah orangutan mudah terserang berbagai penyakit, tidak
memiliki daya kebal terhadap lingkungan atau perubahan iklim, steril atau
akibat lainnya dan akan berujung pada kepunahan jenis ini. Hal ini dapat
terjadi akibat aliran gen (gen flow) antar populasi yang berbeda tidak terjadi,
sehingga keragaman gen yang dimiliki oleh suatu populasi menurun.
Salah satu usaha untuk mengurangi adanya fragmentasi atau
pemisahan antar suatu populasi dengan populasi lainnya diantaranya dengan
membuat koridor satwa. Koridor dibuat untuk menghubungkan satu wilayah dengan
wilayah lainnya, dan yang paling ideal adalah dengan memanfaatkan sempadan
sungai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 daerah sepanjang
sungai wajib untuk dibuat sebagai sempadan sungai dengan lebar tertentu, dengan
demikian jika PP ini dilaksanakan maka akan terjadi penyambungan antar suatu
populasi orangutan dengan populasi lainnya, dan ini membatu tetap terjadinya
aliran gen antar poppulasi tersebut
Berikut beberapa fakta menarik mengenai orangutan:
- Indonesia memiliki tiga spesies orangutan, yakni orangutan Sumatra (Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis);
- Orangutan memiliki 97% kemiripan DNA yang sama dengan manusia;
- Orangutan termasuk ke dalam kategori spesies Appendix I di CITES (suatu perjanjian internasional mengenai perdagangan jenis – jenis hewan dan tumbuhan yang terancam punah); yang dilindungi hukum nasional dan tidak boleh diperdagangkan;
- Pola perilaku antara induk dan anaknya sangat mirip dengan manusia. Sang induk akan melindungi bayinya bahkan hingga mati apabila kondisi sangat terancam;
- Orangutan termasuk spesies kunci karena berperan sebagai pemencar biji yang bisa menjaga keberlangsungan dan keanekaragaman tanaman dalam hutan;
- Daerah jelajah orangutan adalah di sekitar hutan dataran rendah dan lahan gambut karena lebih banyak menghasilkan tanaman berbuah;
- Orangutan jantan dewasa dominan memiliki pipi yang lebar dan memiliki jakun yang dapat digelembungkan dan menghasilkan suara keras untuk saling memanggil dan memberi tahu keberadaan mereka.
Orangutan sekarang menjadi spesies yang terancam punah.
Orangutan adalah primata besar yang ditemukan secara alami di hutan Kalimantan
dan Sumatera. Diperkirakan ada 70.000 orangutan yang tersisa di alam liar dan
diduga jika tidak ada yang dilakukan untuk mencegah populasi orangutan yang
berkurang dengan cepat, maka orangutan akan punah dalam 10 tahun ke depan.
Orangutan terkenal dengan kecerdasan, lengan panjang, dan rambut oranye mereka.
Orangutan adalah salah satu primata yang lebih cerdas bersama dengan gorila,
simpanse, dan manusia.
Fakta Kaki Orangutan :
- Tangan dan kaki orangutan sangat mirip dengan manusia karena masing-masing memiliki empat digit yang lebih panjang (jari tangan dan kaki) dan satu digit yang berlawanan (ibu jari kaki dan jempol).
- Orangutan menggunakan tangan dan kakinya yang kompleks untuk menggenggam dan memegang benda-benda seperti makanan dan cabang pohon.
- Orangutan terutama menggunakan lengan dan tangannya yang panjang untuk memanjat pohon dengan kaki orangutan yang bertindak untuk membantu menopang berat badan dan keseimbangan orangutan.
- Alih-alih terutama menggunakan kaki dan kakinya untuk berkeliling, orangutan terutama bergerak menggunakan tangan dan lengannya yang didukung oleh otot bahu orangutan yang sangat kuat.
- Orangutan memiliki kuku jari tangan dan kaki daripada cakar yang terutama digunakan orangutan untuk membuka buah dan menggaruk serta membersihkan dirinya sendiri.
Fakta Gigi Orang-utan :
- Orangutan sering menggunakan mulutnya sebagai tempat menyimpan makanan sehingga orangutan memiliki tangan dan kaki yang bebas untuk memanjat dan berayun di pepohonan.
- Orangutan memiliki rahang yang kuat yang mampu menghancurkan mengunyah makanannya, yang meliputi buah runcing, kacang-kacangan dan kulit pohon.
- Orangutan menggunakan bibirnya untuk mendeteksi tekstur makanan sebelum memakannya, dan juga untuk membuat ekspresi wajah saat berkomunikasi dengan orangutan lain.
- Di dalam mulut orangutan terdapat 32 gigi, yaitu jumlah gigi yang sama dengan yang dimiliki manusia.
- Orangutan memiliki gigi yang sangat mirip dengan gigi manusia karena gigi orangutan juga dilapisi lapisan enamel yang tebal untuk melindunginya dan membuatnya lebih kuat.
Cara terbaik untuk melindungi orang utan adalah dengan terus melindungi habitatnya, agar orang utan tetap sejahtera hidup di dalam hutan dan tidak terjadi konflik dengan manusia. Ancaman nyata yang dihadapi orang utan adalah konversi hutan dan kebakaran hutan. Tentu saja ancaman tersebut perlu diwaspadai dan segera ditangani sesegera mungkin. Perlindungan habitat mutlak harus dilakukan demi mencegah orang utan dari kepunahan. Hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar kepunahan orang utan yang harus diantisipasi. Upaya yang bisa dilakukan agar orang utan tetap terjaga kelestariannya adalah dengan menjaga habitatnya, karena seperti ketahui bersama bahwa perkembangbiakan orang utan memang lamban jika dibandingkan dengan manusia.
Cara terbaik untuk melindungi orang utan adalah dengan terus melindungi habitatnya, agar orang utan tetap sejahtera hidup di dalam hutan dan tidak terjadi konflik dengan manusia. Ancaman nyata yang dihadapi orang utan adalah konversi hutan dan kebakaran hutan. Tentu saja ancaman tersebut perlu diwaspadai dan segera ditangani sesegera mungkin. Perlindungan habitat mutlak harus dilakukan demi mencegah orang utan dari kepunahan. Hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar kepunahan orang utan yang harus diantisipasi. Upaya yang bisa dilakukan agar orang utan tetap terjaga kelestariannya adalah dengan menjaga habitatnya, karena seperti ketahui bersama bahwa perkembangbiakan orang utan memang lamban jika dibandingkan dengan manusia.
Nah gimana??? sayang banget kan kalo hewan liar yang seharusnya kita lindungin malah jadi punah karna akibat kita sendiri. So, which one you choose? yourself or your lifesaver?😕
Referensi
:
Prayogo, H., Thohari, A. M., Sholihin, D. D.,
Prasetyo, L. B. dan Sugardjito. (2014). KARAKTER KUNCI PEMBEDA ANTARA
ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus) DENGAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo
abelii). Jurnal ilmu-ilmu hayati dan fisik, (16) 1 : 52-58.

.jpg)


.jpg)
